Rabu, 29 September 2010

Masalah sosial di jakarta.

Indonesia memiliki kaya akan beraneka raga suku dan budaya yang terbentang dari sabang marauke. Keanekaragaman suku dan budaya yang ada dimasyarakat memberikan dampak masalah, seperti masalaha ekonomi politik serta masalah sosial. Masalah yang lebih sering terjadi di kehidupan sehari-hari adalah masalah sosial. Banyak sekali masalah sosial yang terjadi di Indonesia, terutama di Jakarta. Karena itu, yang akan dibahas disini adalah masalah sosial yang ada di Jakarta.

Jakarta adalah ibu kota negara indonesia. Sehingga segala pusat kegiatan pemerintahannya berpusat di jakarta. Karena pusat pemerintahan, kota jakarta menjadi pusat bisnis untuk investtor asing maupun lokal. Sehingga di jakarta terdapat gedung-gedung, perkatoran, mobil-mobil dan menyebabkan kesesakan di jalan yang kita sering temui setiap jalan yang ada dijakarta. Biarpun kondisinya dengan penuh sesak, kota ini merupakan sumber mimpi masyarakat di Indonesia. Hampir semua orang dari daerah menginginkan untuk datang ke Jakarta dan mempunyai status ekonomi yang lebih baik. Mereka semua datang ke Jakarta tanpa bekal yang cukup. Padahal, Jakarta tidak menjanjikan kemajuan ekonomi bagi yang mendatanginya. Tetapi, tetap saja semua orang datang ke Jakarta dan rela bekerja menjadi apa saja. Tukang sapu, pemulung, pengemis, sampai PSK, semua dikerjakan hanya agar tetap hidup di Jakarta.

Sebetulnya tidak terlalu masalah dengan hal-hal tersebut, tetapi, mereka sudah terlalu banyak. Nah, jumlah mereka yang terlalu banyak inilah yang membuat banyak masalah di Jakarta. Terlalu banyak pengemis di jalan-jalan ibukota. Terlalu banyak orang-orang yang mempunyai rumah di bantaran kali. Dan juga terlalu banyak orang yang menjadi copet, waria, sampai pelacur. Tidakkah masalah ini sangat merisaukan?

Pengemis-pengemis yang berada di perempatan jalan selalu ada di Jakarta. Anak-anak yang membawa alat musik di tangannya, ibu-ibu yang membawa bayi dan mangkuk plastik serta bermuka memelas, juga bapak-bapak yang mempunyai luka menjijikkan di kakinya, semuanya adalah pengemis. Ya, pengemis yang mengharap belas kasihan orang yang menaiki mobil. Banyak orang yang memberi mereka uang, tetapi banyak juga yang tidak. Alasannya, mulai dari "tidak ada uang receh", sampai jijik melihat si pengemis yang mempunyai luka menganga yang dikerubungi lalat-lalat besar.

Padahal, belum tentu luka itu adalah luka sungguhan. Di televisi, banyak acara-acara yang memperlihatkan bahwa luka para pengemis itu palsu. Mengapa mereka mencoba menipu para pengemudi kendaraan yang lewat? Itulah pertanyaan yang ditanyakan oleh para penonton acara televisi tersebut. Banyak yang menjawab: "Yah, mereka kan mau mendapat keuntungan sebanyak- banyaknya dengan membuat iba si pengguna jalan." Apakah benar? Mereka memang membutuhkan uang, tetapi janganlah berbuat seperti ini. Menipu orang bukan perbuatan baik.

Hal yang paling diperhatikan oleh Pemda DKI adalah rumah-rumah non permanen yang ada di sepanjang pinggiran kali. Biasanya rumah-rumah ini disebut rumah kardus, karena terbuat dari kardus dan tripleks yang ditempel-tempel. Mengapa mereka hidup dan tinggal disini? Padahal biasanya kali yang mereka pakai untuk mencuci sampai buang air adalah kali milik PAM, yang dibuat untuk aliran air minum! Tidakkah ini sangat jorok. Kalau ditanyakan, mereka pasti menjawab "Tidak ada tempat yang lain lagi", padahal tanah di situ bukan milik mereka. Tapi, kalau digusur, mereka meminta ganti rugi. Lho? Ini kan aneh. Memang mereka patut dikasihani, tetapi mengapa kalau sudah sadar tidak mampu, tetap mengambil keputusan untuk tinggal di Jakarta? Kan hanya menambah masalah saja.

Nah, hal yang satu ini amat sangat dirisaukan oleh masyarakat. Hal ini adalah pencopetan dan penodongan. Ya, banyak sekali pencopetan terjadi di Jakarta. Penodongan juga kerap kali terjadi. Lagi-lagi pertanyaan mengapa yang keluar. Mengapa sampai begini? Ya lagi-lagi karena masalah ekonomi! Baru datang ke Jakarta, tidak mendapat pekerjaan, tidak ada jalan lain, lalu mencopet, menodong dan merampok. Waduh, sangat merisaukan sekali. Polisi juga susah menangkapnya.

Lain lagi dengan waria dan PSK yang banyak di Jakarta. Mereka tidak membuat keributan dan ketakutan di masyarakat. Namun, tidakkah ini merisaukan. Jalan-jalan protokol pada malam hari dipenuhi oleh orang-orang ini. Bukankah pekerjaan ini hanya menimbulkan dosa dan cemoohan masyarakat? Ya memang, tetapi masih banyak saja yang melakukan pekerjaan ini. Razia yang sudah berkali-kali dilakukan oleh polisi tetap saja tidak membuat mereka jera. Mengapa mereka masih banyak di sana? Karena masih banyak juga yang mencari mereka. Orang-orang hidung belang yang selalu menghambur-hamburkan uangnya. Bukankah ini masalah juga? Dia menghambur-hamburkan uang sementara orang-orang lain yang sudah disebutkan di atas sangat kesulitan mencari uang.

SUNGGUH IRONIS !!

PEMECAHAN MASALAH KASUS DIATAS


Pemecahan dalam kasus diatas melaluis segi ekonomi.

Sebaiknya pemerintah membuka lahan perkerjaan yang tidak terfokus degan kota-kota besar saja. akan tetapi tersebesar secara merata ke daerah-daerah terutama daerah terpencil yang ada diindonesia. Selain itu masyarakat yang ada diperkampungan agar tidak mengadu nasib ke kota besar diberikan modal usaha bagi kalangan menegah kebawah dengan cara subsidi pajak yang dilakukan oleh pemerintah.

Pemecahan kasus diatas dalam segi pisikologis


Penduduk atau masyarakat dikampung halamanya agar tidak terfokus terhadap pencarian kerja atau mengadu nasib di kota-kota besar dengan cara diberikan keterampilan dan pengarahan bahwa membalik keadaan ekonomi tidak harus mengadu nasib di kota besar akan tetapi di tempat kelahiranya juga bisa.


Sumber : http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=6185