Selasa, 05 April 2011

Manusia dan Adil



Manusia

Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.

Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.

Adil

Kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang perilakunya sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah 5:8).

Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:

Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisa’ 4:135).

Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.

Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.

Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al A’raf 7:159).

Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali Imran 3:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).

Contoh Kasus :

Ketidak adilan Guru dan Siswa

eman-teman, tentu kalian sering dimarahi oleh guru, baik itu gara-gara kalian menyontek, terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas, dan lain sebagainya. Hal seperti itu wajar kita terima akibat dari kesalahan kita dan memang guru-pun wajib mendidik (bukan hanya mengajar) murid-muridnya.

Murid salah, ada guru yang memarahi dan memperbaiki kesalahan mereka. Bagaimana kalau guru yang salah??? Apakah murid bisa memarahi guru, atau apakah murid bisa mendidik gurunya? Kalaupun bisa apakah guru mau dididik oleh muridnya?

Sungguh aneh apabila murid telat masuk kelas lalu dihukum, tetapi bila guru telat masuk mengajar bahkan bolos mengajar tak ada hukuman bagi mereka. Bagaimana murid-murid bisa meneladani gurunya bila kualitas gurunya saja belum memadai. Bahkan ada berita yang menyatakan bahwa angka bolosnya guru di Indonesia mencapai 19% dan itu adalah peringkat 3 besar dunia…!!

Memang ada alasan dibalik semua ini, yaitu rendahnya gaji guru yang mengakibatkan semangat mengajar-pun akan rendah pula. Para guru banyak yang terpaksa bolos mengajar demi mendapat penghasilan di luar profesinya sebagai guru. Permasalahan ini adalah permasalahan besar tetapi pada kenyataannya pemerintah belum mau menyelesaikan ini semua.

Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut maka saya jamin pendidikan Indonesia akan semakin buruk dan tertinggal dari negara lain. Kita bisa melihat turunnya kualitas pendidikan kita mulai dari semakin maraknya tindakan mencontek (sampai-sampai anak kelas 3 SD-pun sudah terbiasa mencontek) hingga membocorkan soal Ujian bahkan soal Ujian Nasional, lalu sikap murid kepada gurunya yang terkesan kurang sopan, para siswa semakin malas belajar dan lebih mementingkan kegiatan ekstrakurikuler, semakin buruknya cara berpakaian siswa, dan lain sebagainya.

Teman-teman sekalian, bagaimanapun tingkah lagu guru kita kita harus tetap menghargai mereka layaknya menghargai orang-tua kita sendiri. Dengarkan apa yang mereka katakan dan praktikanlah di kehidupan sehari-hari, berilah mereka kebanggaan dengan kesuksesan yang kita dapatkan.


Sumber : http://suarapelajarindonesia.wordpress.com/2007/07/13/ketidakadilan-guru-dan-siswa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar